Meskipun
pada penglihatan orang2 diluar, radja2 jang besar itu hidup dalam kemewahan dan
kemegahan namun pada ‘adatnya kemewahan dan kemegahan itu hanja nampak dari
luar sadja. Banjak sekali orang2 demikian menanggung kesengsaraan dan kesusahan
jang tiada terperikan. Disini tidak akan kita terangkan bagaimana sengsara
nasib orang2 besar dan radja2 yang masih hidup, tjukup salah seorang jang telah
meninggal kita ambil perumpamaan, supaja mendjadi keinsjafan bagi kita.
Kaizer Frans
Josep bekas Keizer dari keradjaan Oostenrijk-Hongaria yang begitu
luas.–seketika Keizer itu masih hidup, disekitar kemewahan lahir yang kita
lihat, baginda telah ditimpa berbagai matjam bala bentjana jang besar dan
ngeri, tetapi semuanja baginda hadapi dengan hati jang teguh bagai batu dan
kemauan jang keras lajaknya.
Pada
lahirnja adalah Keizer Frans Josep keturunan Habsburg itu seorang radja jang
paling beruntung. Dialah seorang radja yang paling lama dibandingkan denga
radja2 jang semasa dgn di, duduk diatas singgasana kerajaan. 68 tahun baginda
memerintah disuatu keradjaan yang sangat luas. Dia meninggal dunia dalam usia
86 tahun, setelah matanja kenjang oleh kemegahan dan kedjajan dunia, jang
agaknja orang yang ta’ tahu rahsia kesusahannja akan merasa dengki melihatnja.
Diwaktu dia
masih muda belia, sadara kandungnya Maxiemilien telah dihukum bunuh. Meskipun
bagaimana bergontjang hatinja diwaktu itu, sedikitpun ta’ kelihatan berbekas
pada tubuhnja. Semangatnja jang masih muda dan darahnja yang masih hangat telah
berkuasa untuk menghilangkan peringatan jang pahit itu dari dalam otaknja dan
kenangannja. Belum lama setelah Maximilien dihukum bunuh, dengan perasaan tabah
dia menghadapi kematian istri saudaranja, perempuan mana mati dibakar.
Tidak berapa
lama kemudian; datang pula satu tjobaan jang paling mengenasi diri baginda,
pemaisuri keradjaan Oostenrijk, ratu Elizabeth ditimpa penjakit otak. Seorang
dokterpun tak kuasa mengobatinja lagi. Lantaran itu, permaisuri tersebut ta’
kuasa lagi tinggal dalam astana, ta’ kuat terikat oleh ‘adat dan isti’adat
radja2 jang begitu berat, dia tinggalkan suaminja jang malang itu, dia pergi
mengahabiskan harinja ketempat2 mandi jang indah di corfo, Riviera,
Switzerland, untuk mengobat-obat sakitnja, setelah ta’ bertemu lagi dengan
baginda . Musibah jang besar itu telah diterimanja dengan teguh hati teguh
sebagai biasa, tjuma orang2 istana sadja jang keheranan melihat bagaimana rupa
dan wajah baginda ta’ berobah lantaran itu.
Sesudah itu
datanglah satu musibah jang lebih besar lagi. Anak tunggalnja Arst-Hertog
Rudolf, Putera Mahkota jang akan menggantikan baginda duduk diatas singgasana
keradjaan, telah hadir dlm satu gala-abond jg diadakan oleh Ambasador Djerman
di Wenen, memepringati hari lahirnja Imperium Djerman Raja. Disana Arts-Hertog,
telah berkenalan dengan Baronesse Fitzera. Baronesse ini masih muda dan
djelita, baru berusia 17 tahun, sangat tjantiknja, sehingga baru melihat sadja,
hati Arts- Hertog telah lupa rasam-basi dan ‘adat isti’adat, dimuka orang
banjak dia menarokkan perhatian kepada Baronesse ini, dan dia lalai
menjelanggarakan istrinja sendiri Prises Stefani. Lantaran ini isterinja sangat
murka. Setelah hari pagi ia pergi kepada Keizer mengadukan halnja, bahwa
suaminja ditempat umum sebagai demikian telah melupakannja dan tidak menghargainja
sebagai seorang isteri. Dia kadukan pula bahwa sanja perhubungan suaminja
dengan Baronesse Fitzera telah diketahui oleh umum, telah menjadi buah tutur
orang banjak , djadi perbintjangan surat2 kabar. Prinses Stefani memohonkan
perlindungan kepada Keizer, sebab bagindalah pemimpin kefamilian besar jang
mulia itu, supaja baginda sudi memberinja perlindungan, sebab dialah kelak jang
akan mendjadi permaisuri dari Keizer Oostenrijk.
Baru sadja
Prinses itu keluar dari istana, baginda menjuruh Arts-Hertog datang keistana.
Dia bawa duduk berdua-dua, waktu itulah anaknja dimarahinja dan ditjelanja atas
perbuatan jang djauh dari radja2. Anak itu disuruhnja berdjandji, – djandji
radja2 – supaja djangan bertemu lagi dgn Baronesse Fitzera. Tetapi sebelum
matahari terbenam, pangeran itu telah keluar dengan keretanja keluar kota
Wenem, didjemputnja Baronesse itu, dibawanja kesebuahV illa didusun Mayerling,
disana dia semalam-malaman itu. Sampai disana dia mengadukan halnja kepada
direktur villa itu, bagaimana kemerdekaan dirinja diikat, langkahnja dihambat2,
segala langkah kakinja dihitung, itu terlarang , ini ta’ boleh. Baru sedikit
gerak geriknja, bagi orang umum mendjadi perhatian besar, jang sedjengkal
menjadi sedepa lajaknja. Apakah sebabnja ahli2 diplomat, dan orang2 ahli
bitjara dan utusan2 luar negeri banjak benar menghiraukan soal persoon orang?
,,Wahai, – kata pangeran itu, – alangkah beruntungnja djika saja dahulunja
dilahirkan kedunia mendjadi seorang anak orang tani sadja, tidak terhambat,
–terhalang terbelintang seperti jang sekarang ini . Orang diluar istana tidak
mengetahui bagaimana kesusahan burung jang dikurung dalam sangkar emas itu.
Mereka hanja melihat keindahan sangkar itu, tidak mengetahui bagaimana
kesusahan dan penderitaan manusia2 jang diberi gelar radja, bangsawan,
pangeran dengan gelaran bintang mentereng, tetapi diikat dengan beberapa aturan
jang amat berat menjempitkan,dengan tidak memperhatikan kesukaan dan tudjuan
dan tjita tjita dari orang2 jang diikat itu. Hatta urusan perkawinanpun, tidak
hendak dilihat dan diperiksai perempuan manakah jang disukainja; melainkan
perempuan jang disukai orang2 ahli diplomat itu kemuslihatan keradjaan itulah
jang lebih dipentingkan. Segala keketjiwaan itu telah disabarkan oleh direktur
gedong jang indah itu, sebagaimana kebiasaan orang2 jang telah mahir berhidmat
kepada radja2 dan orang2 besa. Dan demi setelah hari pagi Direktur itu
terkedjut mendapati pangeran itu dengan Baronesse Fitzera telah hantjur kepala
keduanja oleh pelor.
Itulah
musibah jang sebesar2nja diantara demikian banjak musibah jang menimpa diri
baginda Franz Josef. Musibah jang sekali ini tidak akan memberi izin lagi
baginda hidup lama2 didunia, ibarat bergantang sudah terlalu penuh. Tatapi
orang ,,besi” ini tetap dalam ke-besi-annja. Dia tidak senang mendengar kalau
ada orang membisikkan bahwa baginda kalah menghadapi serangan takdir jang
begitu hebat. Demi setelah dia bermenung seorang dirinja beberapa menit
lamanja, dia pergi kemedja sembahjang dia berlutut mendo’a dan memohon ampunan
Tuhan. Tidak beberapa djam kemudian, keluarlah perintah baginda dengan tenang
dan tegap, jang bersetudju dengan kedudukanja jang besar itu, menjiarkan kabar
opisil dari dalam istana, bahwasanja putera mahkota telah meninggal dunia
lantaran suatu luka dalam otak, dan penjakit djantung jang hebat. Adapun kabar
kemayian Baronesse Fitzera tidak disertakan dalam maklumat opisil itu. Masa itu
djuga dimaklumkan bahwasanja saudara baginda jang paling besar Aarts-Hertog
Franz Ferdinand menjadi putera mahkota. Setelah habis hari perkabungan umum
menurut ‘adat, baginda kembali pula mengerdjakan pekerdjaan pemerintahan
sebagai sediakala.
Tetapi belum
sempurna ketentraman hati baginda atas musibah jang sebesar2nja itu,
datanglah raport dari Switzerland menerangkan bahwa permaisuri baginda
telah mati ditikam dengan pisau belati oleh seorang monarchist, ketika
permaisuri akan naik tangga kapal, jang biasa membawa penompang dari satu
negeri kenegeri lain dipinggir lautan.
3 bulan
setelah permaisuri mati terbunuh, di Weenen dirajakan orang ,,jubileum mas”
memperingati 50 tahun baginda duduk diatas singgasana keradjaan.
Orang banjak
merasa gembira, orang jang kurang pikir merasa dengki melihat keberuntungan
baginda telah 50 tahun dapat duduk diatas singgasana keemasan, tetapi sedikit
sekali orang jang meratap menangisi radja jang malang itu. Golongan inilah jang
tahu bahwa radja ini ta’ pantas dibentji, tetapi pantas dikasihani dan
diratapi.
Tidak
beberapa lama setelah jubida Giravin Shofin Csheko, djuru raport bahwasanja
Aarst Hertog Franz Ferdinand jang akan menggantikan keradjaan itu, telah djatuh
tjinta kepada Gravin Shofie Csheko, djururawat Aarst Hertogin Izabella. Putera
Mahkota kerapkali benar berulang-ulang kedalam istana dengan alasan hendak
ziarah kepada Prinses padahal hanja lantaran hendak bertemu dengan djururawat
Shofie itu. Ketika itulah baru njata kemarahan baginda, sehingga segala
tjertjaan dan kemarahan didjatuhkan kepada saudaranja itu. Untunglah hal ini
diketahui oleh ahli2 bitjara dengan segeranja — sehingga bisa didamaikan.
Jaitu: Aarst-Hertog diizinkan kawin dengan djururawat itu tetapi dia harus
melepaskan hak2 jang perlu diterima oleh anak2nja dengan Shofie itu.
Tetapi malu
besar itu telah mulai menambah banjak kerut kening baginda dan membungkukkan
punggungnja. Dan baru sadja hendak hening pembitjaraan orang, tiba2 datang pula
suatu malu jang lebih besar dari segala malu. Jaitu anak dari saudaranja
Aarts-Hertog Otto, telah keluar dari satu kamar dari sebuah hotel jang bernama
,,sacha” –bertelandjang bulat, tidak berkain sebenang djuga dalam keadaan
mabuk. Tiba diluar kamar, bertumbuk dengan Ambasador keradjaan Ingris, jang
datang makan dengan isteri dan anak perempuannja kedalam hotel itu.
Inilah
musibah yang tidak dapat ditanggung baginda lagi, tuanja bertambah, mukanja
bertambah kerut, malu jang bertjoreng dikeningnja dibawanja bermenung .
Lantaran timpaan jang tidak berhenti2 itu, rupanja ta’ tahan orang ,,besi” itu
lagi. Tiba2 pada tahun 1916, diwaktu perang besar sedang berketjamuk, dan
keradjaan Oostenrijk-Hongarie, berpihak pula kepada Djerman dan Turkey, pada
ketika itulah baginda mati dengan tiba2 lantaran hartverlamming, — dalam
usia 86 tahun; setelah memerintah 68 tahun lamanja.
Dia kembali
keachirat, kenegeri ketenangan dan kerahatan, terlepas dari kebisingan dunia
jang ta’terhingga ini.
Dia mati,
dengan penuh kepertjajaan: bahwasanja kepalanja, satu kepala jang lebih tahan
memikul mahkota !
0 Response to "Cerpen Buya Hamka _Kehidupan Bathin dari Orang Besar "
Post a Comment
SILAHKAN share