CERPEN PAOK SANG JURNALIS RIBUAN WAJAH



          Munafik! Awan berarak pun tahu, omong kosongnya meremahkan tindakan orang lain, tidak lebih dan tidak kurang kegaduhannya hanyalah refleksi dari psikologis yang bermental penjilat, di fikiran bawah sadarnya telah tertancap kuat segala macam akar ke pengecutan.

           Media berita telah jadikan senjata untuk memeras para preman berdasi. Amplop laksana bendungan, dimana mampu menghentikan keras nya gelombang kekritisan para oknum-oknum wartawan, sepertinya harga diri sudah tak penting disini, yang paling penting ruang tengah kenyang.

            Si paok contoh nya, ia merupakan salah satu ikon jurnalis dengan ribuan wajah,  kemunafikan nya di atas segala nya. Tak ayal, Ia mengukuhkan dirinya sebagai binatang buas, padahal tak ada orang yang sependapat dengan pengakuannya karna orang tahu bahwa paok adalah penjilat kelas sampah.

          “mana ada harimau doyan makan rumput, ngaco ni paok” kata salah satu sahabat ku ketika mendengar ucapan paok bahwa ia harimau.  Paok memang suka ngaco, suka memberi komentar miring pada orang yang mau berbuat baik, tak terkecuali dengan tulisan-tulisan wartawan lain, maklum saja... paok berfikir salah satu cara agar terlihat baik adalah menjatuhkan harga diri orang lain! ah ngaco kan? “paok-paok”, kata ku dalam hati.

          Aku kasihan melihat wartawan lain yang jadi korban kemunafikan paok, padahal wartawan yang paok komentari sudah berbuat benar, tulisannya pun masuk akal, isi beritanya pun sangat pro rakyat, eh paok malah sok suci, pura-pura mengajari “eh.. lo,, sampean itu anak ingusan, buat berita yang benar!” kata paok.

          Aku ikut bingung melihat komentar paok, dimana salah  berita yang di buat wartawan satu ini, sepertinya tidak ada. Meski pun aku bukan seorang jurnalis tapi aku bisa membedakan, mana berita hoax dan mana berita fakta.

          “maklum aja di, paok tu gk ada kawan , nama nya juga wartawan penjilat, orang udah tau siapa dia!” kata sahabat ku yang juga berprofesi sebagai jurnalis.

          Aku menarik nafas sedalam-dalam nya, menenangkan emosi negatif ku yang dari tadi amat sangat geram melihat sikap si paok. Pikir ku dalam hati, memang si paok sudah tak memiliki rasa malu sedikit pun, dan bahkan paok lupa bahwa sikap sombong tak ubah seperti kita berada di atas puncak, kita melihat orang dibawah sangat kecil tapi tanpa kita sadari bahwa orang yang di bawah, melihat kita di atas puncak sangatlah kecil pula.

          Apa yang tunjukkan paok tidaklah pantas di tiru, sebab membanggakan diri sendiri hanya akan membuat hidup kita semakin sempit dan di jauhi orang banyak. Lagi pula sebagai manusia, pada hakikatnya tidak luput dari khilaf, lalu apa yang untungnya membanggakan diri sendiri?.

Bukankah amat jauh lebih baik menjadi manusia yang mensegerakan pertaubatan ketika bersalah, dari pada harus berusaha menjadi manusia yang terlihat sempurna?, sampai kapan pun kalau masih manusia namanya, tidak akan pernah menjadi makhluk yang sempurna, apa pun usahanya.

Ucapan-ucapan paok yang kerab memuji petinggi negeri ini adalah kemampuan bersilat lidah yang telah terasah dari kemauan untuk menimbun harta haram, namun jalan paok memakai topeng tak selamanya mulus.

Pernah di kabarkan bahwa paok mengadukan laporan ke tuan Hakim karna dianiaya oleh petinggi negeri ini, tak lain penyebab nya hanyalah masalah pembagian jatah rampasan.

Aib kotor yang menimpa paok, benar-benar mencoreng nama baik para awak media di negeri putai bambu ini, namun apalah hendak di kata, berita ini telah terlanjur di konsumsi oleh publik.

Lalu setelah itu apakah paok malu bergaul dengan masyarakat disini? Jawaban: Tidak!!! Lantaran paok memang sudah tidak punya malu, lalu apa lagi yang mau di malu kan! Lagi pula wajah paok ada ribuan dan ahli bercakap membalikan fakta.

Ya walaupun tidak ada yang percaya dengan celotehan paok, tetap saja ia merasa tidak pernah salah, bahkan tidak ada niat pertaubatan di dalam hati nya.

Sampai saat ini Paok masih berkeliaran dengan sejuta mimpi busuk nya, entah esok atau lusa, entah sampai kapan permainan Paok berakhir, mungkin hanyalah maut yang adapat memisahkan Paok dengan topeng ilalang yang kerab bergant-ganti.  

Nafsu rangkus telah membentuk karakternya menjadi manusia ribuan kepala, penjilat bokong orang besar, tak peduli lagi apakah benar dan salah, yang penting makan!!!! Selesai.

·        Cerita ini hanyalah imajinasi/tidak pernah ada/ tidak pernah terjadi
·        Cerpen non dialog (95% cerita, 5% dialog)
·        Mohon di koreksi
 DILARANG/MENCIPLAK/MENGAMBIL TANPA SEPENGETAHUAN BLOG ABDI BIN KARIM

         
         
          

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "CERPEN PAOK SANG JURNALIS RIBUAN WAJAH"

Post a Comment

SILAHKAN share